Kemelut perekonomian bangsa Indonesia yang masih terjadi ditambah
dengan agenda PEMILU yang sudah mencapai tahap penghitungan suara Presiden dan
Wakil Presiden putaran kedua yang akan disahkan tanggal 5 Oktober nanti tidak
menganggu jalannya proses belajar mengajar di sekolah. Yang terjadi banyaknya
kasus-kasus birokrat sekolah yang melakukan kutipan-kutipan dan terlalu
otoriter dalam memimpin disekolah yang banyak mengundang demontrasi oleh siswa-siswi
serta guru-guru sekolah.
Seperti yang kita pahami, pendidikan merupakan hal yang paling
penting di dalam penentuan masa depan suatu bangsa dimana pendidikan adalah
sebagai suatu alat atau metoda untuk membentuk kepribadian dan karakter bangsa.
Sukses tidaknya dunia pendidikan bergantung pada peserta didik, tenaga pendidik
dan pemerintah. Disini di tuntut peran pemerintah dalam memperhatikan dunia
pendidikan dalam artian pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan
disekolah dengan mempersiapkan tenaga pendidik yang handal dan fasilitas
sekolah yang lengkap dan memadai sehingga tercipta sumber daya manusia yang
cerdas sesuai dengan visi misi dunia pendidikan seperti yang tersurat dan
tersirat di dalam Mukadimah UUD’45 secara jelas bahwa salah satu tujuan
nasional yang dirumuskan oleh para pendiri negeri ini adalah “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Makna fundamental yang terkandung dalam pesan tersebut ialah
bahwa kekuatan dan kemajuan suatu bangsa terletak dalam kualitas sumber daya
manusianya. Kata kunci pengembangan sumber daya manusia ialah
"pendidikan" bagi seluruh warga negara yang berlangsung sepanjang
hayat sejak dari dalam keluarga, di sekolah, dan di dalam kehidupan secara
keseluruhan.
Indonesia dengan 210 juta penduduknya, merupakan salah satu negara
yang tingkat kualitas pendidikannya masih memprihatinkan, dilihat dari ranking
yang ditempati sangat jauh pada grup dunia yaitu pada peringkat ke-111, serta
kalah bersaing dengan negara Singapura dan Malaysia di Asia Tenggara. Rendahnya
tingkat kualitas pendidikan itu disebabkan oleh ketidakseriusan pemerintah di
dalam menangani dan mengelola dunia pendidikan sehingga mengesampingkan
pembangunan masyarakat melalui dunia pendidikan dan hanya memfokuskan kepada
pembangunan sektor lain. Akibat rendahnya kualitas pendidikan dihasilkanlah
tenaga-tenaga yang kurang terampil yang tidak diterima di dunia kerja sehingga
mengakibatkan membludaknya angka pengangguran yang berdampak pada tingginya
tingkat kriminalitas, semakin meningkatkan angka kemiskinan dan kemerosotan
moral bangsa.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, jumlah angka pengangguran
di Indonesia mencapai 40 juta jiwa, terdiri dari pengangguran terdidik dan
tidak terdidik. Ketidak seriusan itu juga terlihat jelas dengan semakin
tingginya biaya untuk mendapatkan pendidikan sehingga timbulnya anggapan di
masyarakat bahwa pendidikan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki
uang, anggapan ini menjadi real dengan data yang dimiliki oleh Departemen
Pendidikan Nasional hampir 2-3 jutaan anak putus sekolah setiap tahun dan hanya
10 % dari jumlah lulusan SMU yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Dari sini terlihat jelas bahwa telah terjadi pergeseran filosofi pendidikan
yang sebenarnya, pendidikan tidak lagi untuk mencerdaskan tetapi telah dijadikan
sebagai komoditi untuk dikomersialisasikan dan seakan-akan dijadikan sebagai
lembaga profit bagi segelintir orang yang duduk dilembaga pendidikan itu
sendiri.
Hakekat pendidikan yang sebenarnya adalah bagaimana peserta didik
menjadi seorang manusia yang betul-betul mandiri, sehingga ketika lepas dari
dunia pendidikan peserta didik tidak bergantung kepada kondisi tetapi menjadi
manusia telah mampu menciptakan sebuah kondisi sesuai yang mereka harapkan.
Pendidikan yang selama ini diterapkan seolah–olah peserta didik hanya dijadikan
sebagai objek bagi dunia pendidikan sedangkan kondisi idealnya peserta didik
adalah subjek dari pendidikan itu sendiri.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setidaknya itu
adalah gambaran kecil dari pendidikan berdemokrasi bagi masyarakat di Indonesia
walaupun masih banyak kekurangan dan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh
oknum yang kurang bertanggung jawab. Semua para Capres dan Cawapres yang sedang
berlaga dalam kompetisi menuju RI-1 dan RI-2 dalam kampanye semuanya memiliki
konsep visi dan misi yang sangat bagus di dalam membangun dunia pendidikan
kedepan. Tidak tanggung-tanggung ada yang menjanjikan "pendidikan
gratis", "bebas SPP", "menaikkan gaji guru",
"menaikkan anggaran pendidikan", "memberikan beasiswa" dan
janji-janji lainnya mengenai pendidikan untuk menarik para pemilih. Namun yang
menjadi pertanyaanya adalah apakah mereka benar-benar memiliki kapasitas dan
komitmen di dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang kita cintai
ini?, ataukah mereka akan sama seperti para pendahulunya.
Kalau kita bandingkan Korea dimana masyarakatnya menaruh perhatian
yang besar pada pendidikan dan kebutahurufan yang sering dianggap tidak ada.
Anak-anak diwajibkan masuk sekolah dasar selama enam tahun pada umur 6 tahun.
Setelah tiga tahun di sekolah menengah pertama dan tiga tahun di sekolah
menengah atas, para pelajar diharuskan melanjutkan keperguruan tinggi selama
empat tahun. Untuk masuk kesekolah menengah atas dan perguruan tinggi
diharuskan mengikuti ujian nasional, dan 30% dari sekolah menengah atas yang
lulus dari ujian tersebut akan mendapatkan pembayaran masuk ke perguruan tinggi
dengan gratis.
Ujian masuk tersebut sangat disiplin, dan persaingan yang ketat
untuk mengambil bagian masing-masing dan kadang-kadang dihubungkan sebagai
"perang ujian masuk". Sekarang ini para orang tua memberikan
perhatian khusus pada pendidikan awal anak-anak mereka dan sistem pendidikan
taman kanak-kanak yang tumbuh dengan cepat.
Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa "setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan, setiap warga negara wajib memperoleh
pendidikan dasar dan pemerintah wajib menyediakan dananya", dimana
pemerintah mengupayakan tersedianya dana pendidikan sekurang-kurangnya 20% APBN
dan APBD, namun itu bukan merupakan suatu jaminan untuk masa depan dunia
pendidikan yang penting adalah program dan sistem pengelolaan yang akan
dibentuk serta sistem pengawasan yang akan mengawasi lembaga pendidikan di
dalam menjalankan tugasnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan memerlukan
biaya yang besar, jadi tidak bisa murah apalagi gratis, tetapi harus dalam
bentuk pendidikan dengan biaya terjangkau dengan tanggung jawab pemerintah
untuk menutupi kesenjangannya. Pemerintah harus ada kemauan dan komitmen
politik untuk menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan sehingga ditempatkan
sebagai prioritas dalam keseluruhan pembangunan bangsa dengan segala
konsekuensinya termasuk pendanaan pendidikan.
Dana pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
dan Undang-undang Sisdiknas harus direalisasikan secara konsekuen. Di samping
itu harus diupayakan optimalisasi peran serta masyarakat dalam memberikan
dukungan dana bagi pendidikan sehingga kelompok masyarakat yang tergolong mampu
dapat membantu mayarakat yang tergolong kurang mampu.
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas harus diimplementasikan secara nyata dalam keseluruhan kinerja
pendidikan nasional. Tidak kalah pentingnya ialah unsur "guru dan tenaga
kependidikan lainnya" harus berada dalam posisi sentral dalam pola-pola
manajemen pendidikan yang berbasis paradigma pendidikan. Bila hal itu dapat
diwujudkan, besar harapan setiap warga negara dapat memperoleh haknya
mendapatkan pendidikan dengan biaya terjangkau sesuai dengan kemampuan ekonomis
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar